Home / Identitas Kongregasi / Sejarah Frater BHK di Indonesia

Sejarah Frater BHK di Indonesia

KENANGAN MERIAH KEHADIRAN KONGREGASI FRATER-FRATER BUNDA HATI KUDUS SELAMA 90 TAHUN DI INDONESIA

Pada hari Jumat, 2 Februari 2018, Kongregasi Frater-frater Bunda Hati Kudus (BHK) merayakan Hari Ulang Tahun ke-90 untuk mengenangkan sebuah sejarah panjang bagaimana partisipasi kongregasi selama 90 tahun telah menggabungkan diri dalam Karya Misi Pendidikan Gereja Katolik di Indonesia. Di komunitas Dewan Pusat Kongregasi di Malang dan 14 komunitas di seluruh Indonesia wajar diadakan perayaan hari bersejarah itu dengan penuh syukur dan meriah dalam Misa Agung dan perayaan silaturahmi lainnya.

Momentum bersejarah itu senantiasa diingat kembali semua peristiwa nostalgia, direfleksi secara mendalam dan menghidupkan kembali pesan rahmat Ilahi sebagai inspirasi Roh Kudus untuk melegitimasi kharisma pendiri dan frater-frater perdana, terintegrasi di dalam kekudusan karya misi Gereja Katolik Indonesia untuk menguduskan misi khusus pendidikan Kongregasi Frater BHK di Indonesia. Agar kongregasi ini tetap eksis sebagai tanda dan berkat dari Yang Mahakuasa bagi banyak orang. Disadari sesungguhnya bahwa pelindung utama kongregasi yakni Maria Bunda Hati Kudus, suatu terjemahan yang  bersifat bebas dan demokratis dari istilah dalama bahasa Latin “Domina a Sacro Corde“ yang seharusnya Ratu Hati Kudus  telah membimbing kongregasi ini selama 90 tahun di Indonesia dengan selamat sentosa.

Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus lahir pada tanggal 13 Agustus 1873 di Utrecht, Belanda oleh pendirinya Mgr. Andreas Ignatius Schaepman, Kardinal dan Uskup Agung Utrecht. Sebagai seorang Uskup Agung yang diyakininya bahwa ia terinspirasi untuk berkeprihatinan dan berkepedulian terhadap penderitaan umat keuskupannya, ia bertekad mendirikan  sebuah kongregasi pria dengan misi utama mendidik kaum muda. Ia berhasil membentuk sebuah kongregasi yang kuat baik aspek kerohanian maupun aspek intelektual dan sarana lainnya bersama 11 orang frater perdana pengikutnya dalam kurun waktu hampir 55 tahun. Semua persiapan itu untuk dapat mewartakan misinya yang mula-mula hanya untuk kepentingan internal Belanda dan kemudian tergerak oleh seruan Ensiklik Paus Benediktus XV “Maximum Illud“ bertekad melibatkan diri bersama ordo dan kongregasi religius lainnya di Belanda bermisi ke Indonesia pada tanggal 2 Februari 1928 dan pada tahun 1958 ke Kenya, Afrika. Pada zaman itu Kongregasi Frater BHK yang lebih dikenal dengan nama Kongregasi Frater Utrecht memiliki tiga wilayah karya pastoral yakni  Belanda, Indonesia, dan Kenya. Dalam praktek karya pastoral, Belanda dan Kenya lebih erat bersatu pengelolaan aspek-aspek kongregasional dibandingakan dengan  Indonesia yang lebih otonom karena mempunyai Dewan Vikariat sendiri yang bersentral di Jln. Tjelaket 21 (kini Jln. JA. Suprapto 21) Malang.

Oleh bimbingan Penyelenggaraan Ilahi, kedatangan dua frater pionir, fr. Gregorius Goedhart dan fr. Wilfridus Welling mewujudnyatakan misi pendidikan kongregasi tepat pada tahun 1928 di Indonesia. Peristiwa ini mempunyai dua makna historis dan religius yang sangat berarti, yakni aspek religius: pesan Injil pergilah ke seluruh dunia dan wartakan Injil Yesus Kristus Sang Juru Selamat/Sang Guru Ilahi; aspek historis: kebangsaan Indonesia, melibatkan Misi pendidikan  Kongregasi Frater BHK sejalan dengan tuntutan  bangsa Indonesia yang telah sadar membangun bangsa dari segala  keterbelakangan sesuai tekadnya Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu  Bahasa yakni Indonesia. Sebuah bangsa besar yang merdeka dan berdaulat di tengah kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda. Karena Misi Kongregasi Frater BHK ditujukan kepada Diosis Malang, Uskup Malang Mgr. Clemens v. d. Pass O.Carm  dan Ordo Karmel menerima mereka dengan ramah yang akan membantu karya misi pendidikan di Malang.

Berdasarkan tahun kedatangan para frater BHK pionir ke Indonesia pada tahun 1928, sejarahnya dapat dikategorikan sebagai berikut:

  • Masa Bakti BHK Periode I  (1928-1947)

Misi pendidikan Kongregasi Frater BHK dilaksanakan oleh para frater asal Belanda. Mereka telah dididik menjadi manusia pendidik, nasionalis, bermentalistas kristiani, berpendidikan tinggi profesi guru hoofd achte dan dijiwai spiriualitas pendiri kongregasi. Pada awal kedatangan, mereka langsung mendirikan komunitas (biara) Tjelaket 21 Malang dan sekolah-sekolah yang relevan dengan tingkat masyarakat dan bermutu sama dengan di Belanda agar kecerdasan dan mutu anak didik setaraf dengan Belanda. Sentral-sentral sekolah frater di Malang, yakni Frateran Jln. Bromo 22, Tjelaket 21, Oro-oro Dowo 58, dan Jln. Semeru 36. Di situ terdapat LS (Lagere School), HIS (Hollands Indische School), MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs), HBS (Hoog Burgelijke School), ELS (Europsche Lagere School untuk anak Belanda), HCS (Hollands Chinesche School untuk anak Cina), Normaal/Kweek School (Sekolah Guru untuk anak Indonesia), Zetting/Grafische School (Sekolah Percetakan), asrama, dan panti asuhan. Pada tahun itu selain di Malang, para frater juga menyelenggarakan sekolah-sekolah di tempat lain yaitu: Probolinggo,Surabaya, Kediri, Palembang, dan Metro. Karya pendidikan itu berjalan aman sesuai  program pendidikan yang berlaku hingga dibubarkan oleh Jepang yang menduduki Indonesia (1942-1945) dan para frater ditawan di Cimahi, Jawa Barat. Output pendidikan dari sekolah-sekolah frater melahirkan warga pribumi yang bermutu setaraf dengan pendidikan di Belanda. Lulusan sekolah frater yang dijiwai semangat Sumpah Pemuda 1928 kemudian menjadi pembela negara dan pejuang bangsa yang terlibat langsung membangun bangsa menuju kemerdekaan. Banyak dari  mantan siswa sekolah frater yang menjadi pemimpin bangsa sebagaimana hasil pendidikan sekolah Misi Katolik di Jakarta dan Jawa Tengah oleh Ordo Jesuit dan Broeder FIC. Dalam meningkatkan mutu pendidikan terjalinlah suatu kolegialitas yang amat baik dengan Diosis Malang (Mgr. Clemens vd Pass, O.Carm dan Mgr. Albers, O.Carm), Surabaya (Mgr. Verhoeks), Palembang (Mgr. Mekkelholt, SCJ), dan Metro (Mgr. A. Hermelink, SCJ). Kemudian sesudah PD II dengan uskup-uskup NTT (Mgr. Henricus Leven, SVD dan Mgr. Jac. Pessers, SVD).

  • Masa Bakti BHK Periode II (1948-1960)

Karya pendidikan Kongregasi Frater BHK yang telah dibangun pada periode I dilanjutkan dan dikembangkan oleh angkatan frater Belanda periode II justru pada masa kemerdekaan Indonesia. Mereka dijiwai spiritualitas kongregasi yang kristiani, demokratis, dan humanis bekerja secara kolegialitas dengan  frater-frater BHK asal Indonesia (Jawa) yang telah dibina sejak tahun 1936. Perhatian pembangunan pendidikan kongregasi pada periode ini ditujukan pada dua wilayah baru yakni Indonesia Timur: Flores dan Timor serta Merauke, Papua. Sekolah-sekolah yang dikelola ialah TK, SD, SMP, SGB, dan SGA/SPG. Orientasi pendidikan didasarkan atas kristianitas dan nasionalis. Sekolah-sekolah frater berpusat di Flores (Ndao dan Ndona,Ende, Maumere, dan Larantuka; di Timor (Kupang); dan Papua (Marauke). Output yang dihasilkan dari sekolah frater adalah lulusan yang mampu bekerja membangun daerahnya sebagai guru-guru tamatan SGB/SGA. Karena pentingnya jenis sekolah itu, maka diciptakan kurikulum plus dalam pengertian selain kurikulum pendidikan guru dari Departemen P dan K ditambah muatan kurikulum yang relevan dengan situasi daerah, antara lain: Pendidikan Agama, Pendidikan Seni Musik/Suara, Kepramukaan, Ketrampilan Pertukangan/Pertanian, dan Keolahragaan.

  • Masa Bakti BHK Periode III (1961-1980)

Segala sesuatu baik kehidupan religius maupun karya pendidikan yang telah dibangun pada periode I dan II dilanjutkan dan ditingkatkan pada periode ini. Ada sejumlah frater muda asal Belanda sesudah PD II diutus bekerja di Indonesia. Mereka bermental sangat demokratis, dapat mengintegrasikan diri dengan segala kemajuan bangsa Indonesia. Para frater itu antara lain: fr. Thimothesus Smink, fr. Meinrad Rueseugger, fr. Wilfried van Engen, fr. Albericus Steinbach, dll. Mereka dapat bekerja sama dengan frater Belanda pra PD II, tetapi telah menjadi warga negara Indonesia, seperti fr. Angelinus Greeven, fr. Vianney van Hoesel, fr. Aurelius Rosmuller, dan fr. Salesius Jansen. Mereka juga membangun kerja sama dengan para frater Indonesia antara lain: fr. Rumoldus Moedjijo, vikarius Indonesia yang berhasil membangun komunitas di Indonesia; fr. Adolfus Dwidjowasito, kepala SMA Frateran Surabaya dan membidangi Pendidikan Nasional; fr. Achilles Soeradji yang mempunyai perhatian terhadap budaya masyarakat kecil, fr. Chrisologus Soehirman, pembina sosial politik umat, fr. Paulino BC da Silva yang mempunyai perhatian pada pendidikan anak-anak pinggiran kota Surabaya, dan fr. Clemens Djuang Keban, provinsial dan mempunyai minat di bidang museum. Selain itu, beberapa frater berhasil menggerakan pengadaan buku-buku pelajaran yang tersebar ke seluruh Indonesia, seperti Sari Ilmu Hayat dan Bahasa Inggris oleh fr. Vianney, Sari Ilmu Bumi oleh fr. Eusthacius, Sari Ilmu Alam oleh fr. Otto Mensenbach, dll. SGA/SPG kemudian dintegrasikan menjadi SMA. Lewat pendidikan novisiat dan pendidikan lanjutan, mutu frater junior dan guru-guru ditingkatkan sesuai tuntutan pemerintah. Jumlah frater BHK junior pun semakin bertambah. Karena itu pada tahun 1994 terciptalah struktur kepemimpinan kongregasi dalam ranah internasional yakni berpusat di Utrecht, Belanda dengan tiga propinsi yakni Belanda, Indonesia, dan Kenya. Sementara status kongregasi tetap diosesan dengan Keuskupan Agung Utrecht sebagai induknya, menjalankan kharisma pendidikan yang dijabarkan pada aspek-aspek pendidikan yang relevan.

  • Masa Bakti BHK Periode IV (1981-2018)

Sejarah umat manusia bergolak sepanjang masa. Membuat wajah dunia berubah. Kehidupan masyarakat sosial budaya di Indonesia pun turut  berubah. Dua kali Perang Dunia (1914-1918 dan 1939-1945) merubah wajah struktur sosial budaya dunia.Maka lahirlah paham-paham yang menjungkir-balikkan tatanan sosial budaya dunia oleh Revolusi Prancis, Pergolakan Kaum Buruh Perindustrian, Gerakan Proletariat/Komunistis, Materialisme, Hedonisme, Sekularisme, dan Atheisme. Kongregasi Frater BHK yang adalah bagian dari dunia, tentu tidak terlepas dari gerakan pergolakan semacam itu. Kongregasi mengalami tantangan dalam hal keamanan hidup religius, tidak dapat terjamin sebagaimana masa silam pra CV II, ketika kaul ketaatan menjadi primadona. Pelanggaran hidup kaul, kekeruhan manajemen finansial, kehidupan frater yang berusia tua dan meninggal dunia, pandangan materialistis dan sekularistis dialami juga dalam hidup membiara yang menyebabkan sejumlah frater meninggalkan biara. Sejumlah komunitas ditutup. Gejala semacam itu terdapat pula pada kongregasi religius lainnya.

Dalam masa bakti periode, Kongregasi Frater BHK telah menentukan sikap untuk menyesuaikan seluruh tatanan kongregasi sesuai zaman tanpa meninggalkan inti esensial kongregasi. Sejak tahun 2004, kota Malang, Indonesia menjadi pusat kongregasi. Uskup Malang, Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan, O.Carm menjadi uskup sentral (ordinaris)  kongregasi dalam kolegialitas dengan para uskup yang membawahi komunitas-komunitas frater. Struktur kepemimpinan kongregasi tetap diosisan. Sejak tahun 2012, superiorat telah dijabat oleh frater Indonesia. Superior sekarang, fr. Venantius Edi Budi Santoso adalah penanggung jawab utama kharisma kongregasi. Misi kongregasi tetap pendidikan dengan suatu penjabaran makna mendidik yang luas seperti Yesus Kristus Sang Guru Ilahi dengan pelindung utama Maria Bunda Hati Kudus (Yoh19: 24-34). Jumlah anggota kongregasi kini sekitar 150-an orang. Dalam keadaan dunia yang bergolak oleh aneka aliran dan tatanan hidup ini, kongregasi memiliki tokoh personal yang masih dapat mempertahankan esensi asli kongregasi antara lain: fr. Fransiskus, fr. Monfoort, ketua Yayasan Mardi Wiyata pusat, fr. Dominikus, provinsial, fr. Vincensius, mantan misionaris Kenya dan wakil provinsial, fr. Adolf, sekrearis umum untuk beberapa periode, fr. Stanislaus yang bertanggung jawab di bidang finansial kongregasi dan banyak frater muda lainnya. Kini kongregasi yang berpusat di Malang, Indonesia membawahi tanggung jawabnya terhadap frater-frater Belanda dengan status propinsi semula yang sudah berubah menjadi Rumah Religius Nederland dan Kenya, Afrika dengan tiga orang frater Indonesia yang bekerja sebagai misionaris yakni fr. Alexius, fr. Donatus, dan fr. Efrem.

Perayaan HUT ke-90 kehadiran Kongregasi Frater BHK pada Jumat, 2 Pebruari 2018 menjadi titik tolak atau pijakan awal sebuah struktur kongregasi yang senantiasa berstatus diosesan dengan satu struktur administrasi yakni superiorat dengan komunitas. Kongregasi tetap memberdayakan diri untuk bisa menjawab tuntutan kehidupan menggereja/religius dan masyarakat. Semoga Spiritualitas hati Yesus yang terungkap pada pelindung utama Bunda Hati Kudus dan semboyan: In solicitudine et Simplicitate (dalam kepedulian dan kesederhanaan) dapat menggerakkan misi pendidikannya untuk membawakan banyak manusia kepada keselamataan rohani dan jasmani. Dengan demikian Kongregasi Frater BHK senantiasa menjadi tanda dan berkat berahmat bagi dunia.

Fr. M. Antonius Fernandes, BHK

About fraterbhk

Check Also

Mgr. Schaepman dalam Semangat St. Vinsensius A Paulo

Kegelisahan Mgr. Schaepman Kegelisahan Mgr. Schaepman terhadap situasi manusia saat itu sebenarnya sudah mulai terasa …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.