Kenangan Penuh Kasih
Pada 2 Oktober 2019 yang lalu, Frater Roland Disch meninggal dunia. Frater Overste Wilfried van der Poll pada saat pemakaman memberikan sambut-an seperti yang tertulis dalam nekrologi. Ringkasannya kami muat dalam artikel Memoriam ini.
Pada tahun 1994, fr. Roland, Pimpinan Rumah St. Gregorius yang saat itu merayakan pesta emas hidup membiara, menyampaikan sambutan meriah, dengan mengutip ungkapan bijak Sören Kierkegaard, “Hidup hanya dapat dipahami dari perspektif masa lalu; tetapi harus dijalani dari perspektif masa depan.”
Hari ini, kita melihat kembali perjalanan kehidupan fr. Roland Disch. Apakah dengan ini, kita mampu memahami hidup seperti yang dijalaninya, masih tetap menjadi pertanyaan. Antonius Franciscus Marie Disch, Ton demikian nama panggilannya dalam keluarga, lahir pada Sabtu 18 Desember 1925 sebagai anak ketiga dari 9 bersaudara. Masa kecil dilaluinya di Utrecht, kota di mana sekolah dasar St. Gregorius yang selalu dikunjunginya berada dan kelak kembali ke sana. Ia melanjutkan pendidikan di MULO itu, dengan memperoleh nilai tinggi. Karena memiliki banyak bakat menonjol, ia masuk sekolah keguruan St. Jozef di kompleks yang sama, tetapi kemudian juga di Zeist. Mengingat tahun-tahun itu terjadi perang dan gedung dikuasai tentara Jerman, proses pendidikan berlangsung tersendat-sendat.
Selama masa pembinaaan, Roland dengan cepat mampu tampil sebagai pribadi yang sangat kritis. Ia selalu bersikap kritis, dan sikap ini tidak selalu dihargai. Sebagai contoh, Roland adalah salah satu pendiri majalah remaja “de Snotneus”. Majalah ini hanya beberapa kali terbit. Setelah edisi keempat yang memuat kritik mengenai kepemimpinan dan materi pembelajaran.
Ia melewati masa-masa sulit selama perang, pertama di Bunnik, di Oud Amelisweerd dan sesudahnya di Houten, di kastil Heemstede. Lapar, dingin, dan sakit di antara para frater menjadi bagian dari keseharian mereka. Setelah bebas, mereka sangat bahagia dan memiliki semangat untuk membangun kembali sekolah dan asrama. Sesuai aturan biara, fr. Roland pada masa itu dimutasikan bolak-balik di sekolah-sekolah di Zeist, Utrecht, dan Hilversum.
Juga, pada waktu itu seorang frater tidak terbatas hanya mengajar, tetapi harus mengerjakan tugas-tugas harian di rumah dan masih harus belajar pada malam hari. Dengan cara ini, fr. Roland di samping memperoleh akta mengajar, juga memperoleh akta bahasa Jerman dan Prancis, dua bidang yang tidak disukainya, tetapi pada masa itu, apa yang sesuai dengan keinginanmu bukanlah dasar pertimbangannya.
Setelah tahun 1950, ia diangkat untuk sekolah-sekolah St. Gregrorius di Utrecht. Pada tahun-tahun ini, fr. Roland bekerja untuk upaya penerbitan satu lusin buku biologi berjudul “Dari Semua Yang Hidup”, yang sangat sukses. Karena itu, Dewan Kongregasi memintanya untuk menulis sebuah metode belajar bahasa “Disatukan Melalui Bahasa”, sebanyak sebelas buku, yang dilengkapi sebelas buku petunjuk dan menjadi sebuah metode belajar yang digemari. Sementara itu, fr. Roland menjadi wakil direktur ULO St. Gregorius, yang kemudian menjadi HAVO dan MAVO. Pada masa kini, kompleks ini dikenal dengan nama Kolese St. Gregorius. Kadang-kadang sulit untuk memahami bagaimana ia mengatur semua ini. Apalagi pada tahun-tahun itu, fr. Roland juga belajar sejarah, bidang yang dengan sukacita dipelajari dan kelak diajarkannya.
Pada 1976, para frater pensiun dari pengelolaan sekolah. Fr. Roland juga berhenti dari jabatannya sebagai wakil direktur, tetapi ia terus mengajar sebagai guru sejarah. Selain itu, fr. Roland masih giat mempersiapkan perkemahan sekolah dan menekuni fotografi. Sudah lama ia mengoleksi perangko, salah satu kegiatan mengisi waktu luang yang kemudian berkembang menjadi sebuah koleksi yang amat banyak.
Bakatnya yang menonjol, tidak luput dari perhatian sesama saudara di komunitas. Misalnya, selain menjadi anggota dewan dan wakil overste (pemimpin komunitas), ia sering diminta untuk mengorganisir pesta dan peringatan. Dengan senang hati, ia menggunakan keahliannya berbahasa Belanda untuk menulis artikel berkaitan dengan berbagai pesta/peringatan.
Tampak jelas bahwa Roland, ketika terjadi pergolakan selama masa perang, tetapi juga pada masa sesudahnya, ia bersama para frater berjuang untuk meyakinkan bahwa pendidikan di Utrecht khususnya, tetap bertumbuh. Pada awal abad ini, fr. Roland menjadi overste Komunitas St. Gregorius. Jumlah frater yang tinggal di sini, terus berkurang dari tahun ke tahun. Karena itu, dewan memutuskan untuk menjual rumah St. Gregorius. Meskipun fr. Roland sama sekali tidak setuju, ia tetap menjalankan keputusan ini. Selama proses penjualan rumah, ia sendiri yang memandu para makelar dan pembeli yang datang ke rumah St. Gregorius. Pengosongan perpustakaan dilakukan di bawah pengawasannya. Waktu itu, masih ada 12 frater tinggal di rumah yang terletak di Herenstraat 6 ini.
Seorang wartawan koran Utrecht menulis, bahwa semua frater dari rumah ini akan pindah ke De Bilt, tetapi fr. Roland lebih memilih tinggal sendiri. Ketika ditanya wartawan, apakah dia bisa mengurus dirinya, misalnya memasak, Roland menjawab, “Saya sudah seringkali berkemah. Saya bisa memasak makaroni dengan sangat baik. Apalagi, saat ini makanan hangat, melimpah ruah dijual di toko-toko.” Artikel ini diakhiri dengan pertanyaan, “Siapa yang masih ingat fr. Roland?” Banjir email dan surat-surat berdatangan, menunjukkan bahwa fr. Roland meninggalkan kesan yang tak terhapuskan di hati banyak orang.
Pada 2005 fr. Roland pindah ke Portenaarlaan di Nieuwegein. Lebih dari sepuluh tahun ia tinggal dengan senang hati di sana. Bantuan dari orang-orang yang selama itu membantunya, sudah sepatutnya dihargai: fr. Wim Heister salah seorang konfrater, Alma Soekhai, dan Jos ter Hoeven mantan siswanya di St. Gregorius. Sepanjang kurun waktu itu, ada juga tawaran dari sesama yang lain, untuk sekedar mengantarnya berjalan-jalan ke taman/kebun atau memberikan perawatan lain yang dibutuhkannya.
Tahun-tahun terakhir hidupnya, tidak begitu mudah baginya. Ia harus meninggalkan Poortenaarlaan 62 di Nieuwegein, karena para perawat dari rumah perawatan berpendapat bahwa tidak tepat membiarkan ia hidup sendirian. Fr. Roland tidak sependapat, tetapi akhirnya ia setuju dan membiarkan dirinya dirawat di Komunitas St. Jozef, De Bilt. Setelah beberapa bulan, ia memutuskan untuk kembali lagi ke Nieuwegein.
Mereka yang selama bertahun-tahun bersamanya, fr. Wim Heister, tuan Jos ter Hoeven dan tetangga, keluarga Karapetjan, merespons dengan sangat baik untuk meminta bantuan profesional serta mencari solusi yang tepat, dalam mengatasi situasi darurat. Mula-mula, fr. Roland dirawat di UMC (Rumah Sakit Universitas) Utrecht, dan kemudian dipindahkan ke rumah perawatan de Rinnebeek di De Bilt.
Awalnya, semua berjalan cukup baik. Namun pada 2 Oktober, situasinya memburuk. Setelah menerima sakramen orang sakit pada hari raya Para Malaikat Pelindung, fr. Roland menghembuskan napas terakhir. Kita percaya bahwa ia, oleh Tuhan dibimbing, dijaga dan dilindungi Para Malaikat, untuk masuk dalam kebahagiaan abadi bersama Tuhan, Bapa kita.
Roland, Selamat jalan! Sampai jumpa bersama Tuhan.
Fr. Wilfried van der Poll
Diterjemahkan oleh Fr. M. Adolf Cawa, BHK