Saudara-saudari,
Gegenap Umat Beriman,
Para Imam, Biarawan-biarawati,
Se-Keuskupan Malang yang terkasih,
Kita baru saja memasuki masa Prapaskah yang disebut juga Masa Puasa. Masa suci ini merupakan masa persiapan untuk merayakan Kebangkitan Yesus. Gereja mengajak kita untuk mati terhadap dosa, lalu bangkit untuk hidup bagi Allah dalam Kristus (Rm 6:11). Selama 40 hari, kita ingin menjalani masa puasa ini sebagai kesempatan untuk bertobat dari dosa-dosa kita dan memperbaiki diri.
Santo Petrus menasihati kita, “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya” (1Ptr 5:8). Karena kita ini manusia lemah, tidak jarang kita menjadi mangsa Iblis. Dengan kata lain, kita sering berbuat dosa. Dari sebab itu, selama masa puasa ini Gereja mengajak kita untuk berjuang melawan bujukan Iblis.
Untuk itu, ada banyak hal yang bisa kita lakukan. Pertama-tama, kita perlu banyak berdoa, agar Tuhan membantu kita yang lemah ini. Kedua, kita perlu menguatkan kehendak kita dengan melakukan puasa, pantang, dan bentuk-bentuk matiraga lainnya. Ketiga, kita perlu melakukan karya amal bagi sesama yang berkekurangan sebagai tanda pertobatan kita. Masih ada satu hal lagi yang perlu kita lakukan, yakni membaca dan merenungkan Sabda Allah. Dalam hal ini, Yesus memberi kita teladan yang cemerlang.
Bacaan Injil hari ini mengisahkan Yesus yang dicobai Iblis setelah berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun. Pencobaan Yesus ini mengingatkan kita pada pencobaan yang dialami bangsa Israel selama 40 tahun mengembara di padang gurun. Namun, berbeda dengan bangsa Israel yang sering kalah terhadap cobaan Iblis, Yesus selalu menang. Dalam pencobaan yang pertama, ketika Ia merasa amat lapar, Yesus dihasut oleh Iblis untuk mengubah batu menjadi roti, tetapi Yesus menolak bujukan itu. Sungguh tidak ada tempatnya menggunakan kekuasaan-Nya sebagai Anak Allah hanya untuk memenuhi rasa lapar-Nya. Yesus menolak godaan Iblis dengan berpegang pada sabda Tuhan yang berbunyi, “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (UI 8:3).
Sesudah itu, Yesus dihasut oleh Iblis untuk menjatuhkan diri dari bubungan Bait Allah yang amat tinggi dengan suatu alasan yang sepintas lalu tampaknya suci, yaitu janji Tuhan yang berbunyi, “Mengenai Engkau, la akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu” (bdk. Mzm 91). Dengan tegas Yesus menolak bujukkan Iblis dengan mengutip Ul 6:16 yang berbunyi, “Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” Bagi Yesus, melakukan tindakan konyol, yakni menjatuhkan diri dari tempat tinggi, dengan mengandalkan janji perlindungan dari Tuhan sama dengan mencobai Tuhan.
Akhirnya, sebagai puncaknya, Iblis berjanji akan memberi Yesus harta dan kemegahan duniawi, asalkan Yesus mau menyembahnya. Sungguh sudah keterlaluan perbuatan Iblis ini. Karena itu, Yesus mengusir Iblis dan dengan tegas menolak godaannya mengutip firman Allah dalam UI 6:13 yang berbunyi, “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”
Tiga kali Yesus dicobai Iblis, tiga kali pula Dia telah menang karena berpegang teguh pada Sabda Allah. Tampak dengan jelas bahwa Yesus mengenal dan menghayati Sabda Allah sehingga mampu mengalahkan setiap godaan Iblis. Bagi Yesus, Sabda Allah itu adalah pedang Roh dalam perang melawan Iblis (Ef 6:17). Bagi Yesus, Sabda Allah adalah pelita bagi kaki-Nya dan cahaya bagi jalan-Nya (Mzm 119:105).
Para Saudara yang terkasih, Paus Fransiskus telah menetapkan
Hari Minggu Biasa Ketiga sebagai Hari Minggu Sabda Allah. Pada hari itu Gereja
ingin mengingatkan kita akan pentingnya
peranan Sabda Allah bagi kita. Sesungguhnya membaca kitab suci lebih merupakan
suatu kebutuhan daripada suatu kewajiban. Sebagaimana badan kita membutuhkan
makanan dan minuman jasmani agar bisa bertahan hidup serta berkembang, begitu juga
jiwa kita membutuhkan Sabda Allah yang dalam tradisi Yahudi dilukiskan sebagai
roti dan air yang menghidupkan.
Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Sabda Allah merupakan santapan rohani bagi jemaat yang disejajarkan dengan santapan rohani lainnya, yakni Tubuh dan Darah Tuhan Kristus (Dei Verbum 21 dan 26). Gereja Katolik tidak hidup dari Sakramen saja, tetapi juga dari Sabda Allah. Sesungguhnya dengan mengikuti Ekaristi, kita menimba dari meja Sabda Allah dan dari meja Tubuh dan Darah Kristus kekuatan rohani yang sungguh memupuk jiwa kita (Presbyterorum Ordinis no. 18). Melalui kitab suci, Allah ingin berkomunikasi dengan kita, memberi kita petunjuk-petunjuk yang membawa kita kepada kehidupan. Ketika membaca Alkitab, kita harus percaya bahwa kita tidak hanya bertemu dengan perintah-perintah Allah atau dengan berita-berita tentang Allah, melainkan dengan pribadi Allah sendiri.
Menurut para Bapak Gereja, Alkitab adalah surat cinta yang ditulis Bapa surgawi kepada kita demi keselamatan kita. Sadar akan makna dan fungsi Sabda Allah bagi manusia, maka Konsili Vatikan II mendesak agar seluruh umat beriman, istimewanya para imam dan biarawan-biarawati, rajin membaca dan merenungkan Sabda Allah yang “menerangi budi, meneguhkan kehendak, dan mengobarkan hati sesama untuk mengasihi Allah” (Dei Verbum 23). Kepada Timotius, Paulus menulis demikian, “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk perbuatan baik” (2 Tim 3:15-17).
Selamat memasuki masa Prapaskah. Semoga masa yang penuh rahmat ini membawa kita kepada pertobatan sejati, sehingga pada saatnya kita bisa merayakan kebangkitan kita bersama dengan Kristus yang bangkit. Mari kita tingkatkan doa, puasa, pantang, amal kasih, serta pembacaan kitab suci selama masa ini. Salam, doa, serta berkat kami bagi Anda sekalian
Malang, 17 Februari 2020
Uskup Keuskupan Malang,
Mgr. Henricus Pidyano Gunawan, O.Carm