Momentum Memberi Makna pada Kehidupan
Perjalanan waktu telah mengantar kita pada ambang batas tahun 2018. Kita menutup tirai ziarah perjalanan hidup menapaki sejarah dengan goresan tinta emas pada liku-liku kehidupan ini. Ketika tahun berakhir, kita mengambil waktu sejenak untuk merefleksikan perjalanan selama setahun silam. Kita mengambil waktu untuk melakukan permenungan pribadi agar secara sadar dapat menilai dan mengakui siapa aku saat ini dan sekarang. Momen ini adalah kesempatan untuk menilai secara sadar sejauh mana kita bertumbuh menuju kesempurnaan yang adalah cita-cita semua manusia. Putaran waktu yang cepat mengingatkan kita akan hakikat kesementaraan manusia dalam kekekalan waktu, bahwa hidup kita adalah pinjaman dari Sang Kekal yang sempurna.
Hidup manusia selalu identik dengan cahaya dan bayangan, artinya bahwa hidup manusia selalu punya unsur terang dan gelap. Inilah dinamika perjuangan manusia sepanjang hidupnya untuk memberikan kebermaknaan sebagai insan luhur yang diciptakan oleh Allah serupa citra-Nya. Seperti pepatah Latin mengatakan: Tempo mutantur et nos mutamur in illis, artinya, waktu berubah dan kita pun turut berubah di dalamnya. Demikianlah dinamika hidup manusia tidak terlepas dari bingkai ruang dan waktu. Refleksi akhir tahun ini akan menampilkan dua paradigma dalam hidup manusia, yaitu pemberian makna hidup dan rasa syukur atas penyelenggaraan Tuhan selama tahun ini.
Kini, putaran detik-detik waktu di tahun 2018 akan berganti, meninggalkan pesan tentang kebermaknaan hidup di tahun ini. Apakah kita selalu berupaya untuk memberikan makna pada kehidupan kita? Atau hidup sekedar seperti hari-hari kemarin yang dilalui tanpa makna laksana air yang mengalir atau angin yang berhembus tanpa arah? Hakikat hidup manusia adalah sebuah dinamika memberi makna pada keberadaan kita karena hidup yang tanpa makna tidak selayaknya untuk dijalani, dan tak berharga.
Menurut pandangan Ferdinand de Sausure, makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang dimiliki dan dalam kamus filsafat, arti “makna (meaning)” tidak satu, di antaranya adalah “definisi”, “makna sebuah kalimat atau pernyataan”, dan “signifikansi, sesuatu yang ditunjukkan atau dimaksud untuk diekspresikan”. Signifikansi sendiri berarti names a relationship between that meaning and a person, or a conception, or a situation or indeed anything imaginable. Dalam konteks pemberian makna hidup, arti signifikansi lebih tepat digunakan. Makna hidup selalu muncul dari keterhubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain di luar dirinya. Hidup kita memiliki makna melalui keterhubungan kita dengan orang lain. Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap bernilai, penting, didambakan dan memiliki nilai istimewa bagi seseorang. Suatu makna hidup bila ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan hidup seseorang menjadi lebih berarti dan berharga sehingga ia merasa bahagia.
Di setiap penghujung tahun adalah saat yang tepat untuk memberi makna pada kehidupan yang sudah dijalani. Secara substansial, makna hidup memiliki beberapa ciri utama, yaitu:
- Makna hidup itu bersifat personal, artinya sesuatu itu bermakna untuk setiap individu dan sesuatu yang berarti bagi saya belum tentu bermakna bagi yang lain. Bahkan bagi individu sesuatu yang saat ini bermakna belum tentu bermakna pada waktu yang lain. Ini berati makna dari suatu peristiwa dalam hidup sangat tergantung pada disposisi setiap individu.
- Makna hidup bersifat spesifik dan konkret, artinya dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan setiap hari. Peristiwa sehari-hari selalu punya makna bagi setiap orang jika sungguh direfleksikan.
- Makna hidup berperan sebagai pedoman, tuntunan, kompas, atau arah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehingga makna hidup seakan-akan menantang dan mengundang seseorang untuk memenuhinya. Jika kita mempunyai makna hidup yang jelas, maka segala kegiatan yang dilakukan menjadi lebih terarah, dan terfokus.
Karakteristik makna hidup harus dicari dan ditemukan sendiri oleh setiap individu. Ia tidak dapat diberikan oleh orang lain. Kehadiran orang lain hanya sebatas membantu individu untuk menemukan sesuatu yang potensial bermakna. Seperti seorang konselor, ia hanya membantu memperluas cakrawala berpikir seseorang dalam mengambil sebuah keputusan, tetapi keputusan tetap menjadi tanggung jawab dari setiap individu. Makna hidup hadir sebagai motivasi utama bagi manusia untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih bermakna. Dinamika pemaknaan hidup ini lahir sebagai sebuah antisipasi terhadap kecenderungan dunia yang semakin material artinya dunia untuk dinikmati sepuas-puasnya, karena hanya dialami sekali. Dunia telah jatuh dalam falsafah hidup hedonisme, hidup yang dinikmati sepuas-puasnya walau tanpa makna sekalipun. Falsafah hidup ini perlu dilawan dengan prinsip pemaknaan tentang pengalaman hidup agar hidup sungguh punya arti.
Dimensi lain yang patut direfleksi di penghujung tahun 2018 ini adalah pengungkapan rasa syukur atas pemeliharaan Tuhan selama ziarah perjalanan dan pengalaman hidup selama setahun silam. Sebagai orang Kristiani, mengucap syukur menjadi bagian integral dari gaya hidup kita, sebab kita bergantung sepenuhnya pada penyelenggaraan dan kehendak Tuhan semata. Kita mengucap syukur dalam segala pengalaman entah itu yang menyenangkan dan membahagiakan atau pengalaman yang menyedihkan dan penuh duka. Kita mengimaninya sebagai suatu berkat dari Tuhan. Pengucapan rasa syukur selalu berati kita menyatakan sikap percaya untuk segala pengalaman yang diterima dari Tuhan.
Bersyukur dalam hidup berarti kita mengakui kedaulatan Tuhan pada kehidupan kita bahwa seluruh eksistensi kita berada di dalam tangan Tuhan. Ia mengendalikan seluruh hidup dan tidak ada sesuatu pun yang berada di luar kuasa Tuhan. Kita hendaknya mengucap syukur di dalam seluruh pergumulan hidup, seperti dalam keadaan sehat, sakit, susah, berhasil, gagal, sedih, bahagia, duka, dll. Bersyukur berati kita menerima dengan segenap hati setiap keadaan dan situasi dalam hidup ini sehingga kita tidak mempersalahkan orang lain atas situasi hidup yang kita alami.
Rasa syukur atas pengalaman hidup setiap hari menghantar kita untuk selalu mengakui dan mengetahui keberadaan Allah yang ikut serta secara aktif dalam pergumulan hidup kita sebagai ciptaanNya. Sebagai ciptaanNya, nyanyian syukur kita adalah sebuah bentuk kurban atau persembahan ke hadapan Tuhan bahwa kita bersukacita karena karya agung Tuhan dalam hidup kita dari waktu ke waktu. Inilah bentuk tanggapan kita atas kebaikan Tuhan yang sudah kita terima. Hendaknya kita belajar dari pemazmur yang senantiasa bersyukur: “Nyanyikanlah mazmur bagi TUHAN, hai orang-orang yang dikasihi-Nya, dan persembahkanlah syukur kepada nama-Nya yang kudus. Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi. Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi.” (Mzm 30:5. 50:14. 51:11).
Kisah hidup penuh kenangan di tahun 2018 akan sirna bersama terbenamnya mentari 31 Desember 2018. Saat hening dalam larutan sunyinya malam secara pelahan menghantar kita pada tahun baru penuh harapan. Bersamanya kita menutup tirai goresan sejarah sambil memberikan makna pada garis sejarah yang telah terpatri. Kita mau bersyukur atas karya agung Tuhan di tahun silam seraya memohon berkat Tuhan untuk tahun 2019. Lukisan cerita indah dan balutan kisah pilu akan pergi, kini datang tahun penuh harapan. Ada yang harus pergi, ada yang harus datang, begitulah semua akan berlalu. Biarlah besok menjadi bayangan penuh harapan, ia akan mengoreskan kisah baru dalam hidup setiap kita karena setiap jam itu berharga, setiap hari itu unik, dan setiap tahun memiliki nilainya sendiri.
Fr. M. Vinsensius Laga Payong, BHK