Dalam perjalanan sejarah Kongregasi Frater-frater Bunda Hati Kudus di Indonesia, 2 Februari 1928 dikenang sebagai hari yang sungguh istimewa. Segala kisah hebat Kongregasi yang dialami hari ini di Indonesia bermula dari peristiwa itu. Sebuah kisah bersejarah yang menandai berawalnya karya Kongregasi di bumi Nusantara ini. Pada malam 2 Februari 1928, di Negeri Belanda dilangsungkan sebuah perayaan meriah. Para frater dari berbagai komunitas di Belanda hadir pada momentum yang dicatat oleh sejarah Kongregasi sebagai Hari Permulaan Misi di Indonesia itu.
Suhu udara di sebuah kamar terasa hangat berkat penghangat ruangan yang bekerja sepanjang waktu. Di luar, udara terasa dingin menusuk tulang. Titik-titik salju sisa musim dingin masih menempel di daun-daun dan reranting cemara. Di sisi jendela yang sengaja dibiarkan terbuka, ia menerawang. Di depan matanya hamparan lampu malam indah dipandang. Gedung-gedung megah pencakar langit terlihat kokoh membingkai kota. Daerah yang temasuk dalam wilayah Utara itu tak pernah mati oleh geliat penghuninya. Pada kota ini jejak rindunya akan ditinggalkan. Ia menakar seberapa besar rasa itu akan ditanggung tatkala jarak memisahkannya demi tugas perutusan ke daerah yang hanya diketahuinya melalui peta tua di dinding perpustakaan.
Adalah Frater Wilfridus Welling, seorang biarawan muda kelahiran 4 Maret 1896. Ia berusia 32 tahun ketika perjalan misi itu dimulai. Masih sangat muda untuk sebuah misi penting di Negeri Timur jauh. Frater Gregorius Goedhart yang lahir pada 25 Agustus 1865 menjadi rekan seperjalanannya. Ia berusia 63 tahun, sudah cukup berumur untuk sebuah perjalanan jauh mengarungi samudera.
Jika kamu ingin berlari cepat, berlarilah sendiri, tetapi jika kamu ingin berlari jauh, berlarilah bersama teman. Rupanya ungkapan ini dimaknai secara baik oleh Frater Stanislaus Glaudemans, Pemimpin Umum Kongregasi waktu itu. Karena tugas Kongregasi ini mahapenting, maka beliau mengutus kedua anggotanya untuk “berlari” bersama ke tanah misi. Sebuah komposisi misionaris awal yang sungguh apik.
Frater Gregorius Goedhart adalah seorang konfrater yang sifat manusiawi, tindakan, dan jalan hidupnya serba istimewa dan agung. Kata “Goedhart” pada namanya yang bermakna “baik hati”, arti itu betul-betul melekat pada dirinya. Dia adalah pribadi yang lemah lembut. Pilihan Dewan Pimpinan Umum bagi peletak dasar Kongregasi di Indonesia ini merupakan sepasang misionaris yang serasi. Frater Wilfridus Welling, seorang frater muda dengan semangat yang berapi-api perlu didampingi oleh seorang senior dan pemimpin yang matang dalam pertimbangan dan tindakan seperti frater yang memilih nama sama dengan nama Rumah Induk Kongregasi di Utrecht itu.
Jan Pieterzoon Coen terlihat kokoh bersandar di dermaga. Kapal besar itu adalah alat transportasi mereka. Empat hari setelah malam perutusan, mereka meninggalkan Utrecht menuju Genua menggunakan kereta api. Pada 6 Februari, sehari sebelumnya, Uskup Agung Utrecht waktu itu, Mgr. van de Wetering mempersembahkan Misa mulia dan berkat apostoliknya kepada kedua konfrater di kapel Rumah Induk. Dalam perayaan itu Mgr. Wetering juga memberi mereka salib Misi. Bagi kedua misionaris, perhatian dan dukungan moril pimpinan ordinaris itu sungguh menguatkan.
Dari pelabuhan di wilayah Selatan, perjalanan ke negeri Timur jauh yang memakan waktu berminggu-minggu dimulai. Kedua konfrater mencatat dalam sejarah hidupnya masing-masing, untuk pertama kalinya mereka pergi ke negeri jauh di selasar samudera. Mereka meninggalkan orangtua dan sanak famili, rekan-rekan sepanggilan, dan tentu saja negeri yang sangat mereka cintai itu untuk menyebarkan karisma pendiri Kongregasi.
Pada 4 Maret 1928, mereka menginjakkan kaki pertama kali di bumi Indonesia (Jakarta). Setelah berjalan-jalan di daerah Jawa Tengah, 11 hari kemudian, mereka tiba di tanah Misi, Malang. Mgr. Clemens van der Pas, O.Carm, Perfek Apostolik pertama Malang menyambut mereka dengan ramah di halaman stasiun kereta api Malang. Bersama sang Gembala dan para Imam Karmelit yang terlebih dahulu diutus ke negeri Hindia Belanda ini, mereka mulai mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk karya misi di Indonesia.
Deus Providebit! Penyelenggalaan Ilahi. Mereka ingat semangat itu, sebagaimana yang diteladankan Bapa Pendiri dan ketiga frater pertama di masa-masa sulit pada awal berdirinya Kongregasi. Mereka selalu mempercayakan kesulitan mereka pada Penyelenggaraan Ilahi, biarlah Dia yang akan mencukupinya. Semangat itu pula yang dikobarkan oleh kedua misionaris perintis di masa awal Kongregasi Frater-frater Bunda Hati Kudus di Indonesia. Mereka mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, mengenai budaya, makanan, lingkungan, dan sebagainya. Segala perkara dan kesulitan-kesulitan yang dialami pada permulaan karya misi di Indonesia diletakkan dalam kuasa Penyelenggaraan Ilahi.
Fr. M. Walterus Raja Oja, BHK (Dari beberapa sumber)