Refleksi “Awam BHK” di Usia ke-90 Kongregasi Frater-frater Bunda Hati Kudus Berkarya di Indonesia
Pengantar
Tulisan ini muncul dari seorang guru awam yang telah 25 tahun lebih bekerja, serta hidup oleh dan untuk karya para Frater Bunda Hati Kudus. Sebagai seorang guru, ia memiliki tugas tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik, membimbing, dan menemani peserta didik menapaki jalan hidup mereka seturut visi dan misi kongregasi. Istilah “awam BHK” hanya kata pinjaman yang dimaksudkan untuk menggambarkan peran guru awam sebagai rekan kerja para frater dalam karyanya di bidang pendidikan kaum muda.
Selayaknya Kita Bersyukur
Sejarah Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus dimulai ketika Mgr. Andreas Ignatius Schaepman memanggil Fr. Bonifacius, Fr. Gregorius, dan Fr. Willibrordus ke Utrecht untuk menjalani persiapan sebagai frater-frater BHK pertama. Hari kedatangan mereka bertiga ke Utrecht, tepatnya tanggal 13 Agustus 1873 inilah yang hingga kini diakui sebagai hari lahirnya Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus. Di Indonesia, kongregasi ini hadir sejak 2 Februari 1928 tepatnya di Malang, berkat undangan Episcopal Apostolik Malang untuk mengembangkan karya pendidikan di keuskupan tersebut.Karya frater BHK di bidang pendidikan dimulai sejak 1 Juli 1928 dengan dibukanya asrama pertama di Jalan Bromo 22, Malang serta diresmikannyasebuah Sekolah Dasar. Sejak saat itu karya frater BHK berkembang ke seluruh penjuru tanah air seperti :Surabaya, Kediri, Kupang, Maumere, Ende, Larantuka, Metro (Lampung-sudah tutup), Probolinggo (tutup), Palembang, Sumba, dan akhirnya di Nunukan Kalimantan Utara. Tanggal 2 Februari, saat kedatangan frater-frater pertama di Malang tersebut kini diperingati sebagai hari awal karya frater BHK di Indonesia.
Tanggal 2 Februari 2018 ini kongregasi Frater Bunda Hati Kudus genap berusia 90 tahun dalam berkarya di Indonesia. Tentu kasih Tuhanlah yang memberi anugerah besar itu, maka pantaslah kita bersyukur secara lebih khusus melalui berbagai ungkapan kegiatan.Dalam kurun waktu yang tidak singkat tersebut, keberadaan kongregasi telah diakui masyarakat sebagai pendekar pendidikan yang telah melahirkan manusia-manusia baru berkualitas. Perjalanan menapaki lorong-lorong masa dengan segala suka dan duka tidak pernah sekalipun menyurutkan langkah kongregasi dalam berkarya. Masa-masa berat dan sulit pada masa pendudukan Jepang, masa awal kemerdekaan, hingga masa jaya menjelang akhir abad XX sungguh menjadi catatan emas sejarah! Peran besar yayasan Mardi Wiyata (sejak 1958) sebagai lembagamilik kongregasi dalam mengelola pendidikan kaum muda sungguh tak dapat dipungkiri! Saat memasuki abad XXI kongregasi dan yayasan Mardi Wiyata berhadapan dengan tantangan kemunduran pendidikan katolik di Indonesia. Tantangan ini membangkitkan semangat juang seluruh unit kerja, untuk bersama-sama melakukan perubahan dan pembaharuan serius dalam banyak aspeknya. Saat memasuki usia ke-90 kongregasi Frater Bunda Hati Kudus Indonesia mempersembahkan kepada Tuhan ratusan pria berjubah, ribuan awam rekan kerjanya, 22 (dua puluh dua) sekolah serta sejumlah asrama pendidikan, sebagai lahan garapan abadi. Dan sebagai buahnya, kongregasi telah mempersembahkan kepada Indonesia dan dunia, ribuan manusia berkualitas, yang dalam darahnya mengalir semangat hati penuh cinta, sebagaimana diajarkan dan diteladankan para frater serta rekan-rekan kerjanya.
Selalu Melongok Arah Dasar
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus didirikan oleh Mgr. Andreas Ignatius Schaepman atas dasar keprihatinan akan pendidikan yang layak bagi kaum miskin yang kurang mendapatkan pengajaran dan pembinaan iman yang baik. Mgr. Schaepman ingin menawarkan pengajaran, pendidikan dan pembinaan iman Katolik kepada kaum muda. Inilah visi dasar yang harus selalu dihidupi oleh frater Bunda Hati Kudus serta rekan-rekan kerjanya. Sejak awal didirikan, kongregasi Frater Bunda Hati Kudus telah berkomitmen membaktikan diri pada pembinaan kaum muda, khususnya dalam bidang pendidikan. Dengan moto “In Sollicitudine et Simplicitate!”kasih tanpa batas yang bersumber dari Hati Yesus Yang Mahakudus mengalir melalui Sang Pelindung, Bunda Maria serta melalui teladan kasih Santo Vincentius a Paulo. Kasih tanpa batas itu selanjutnya menjadi roh pendorong setiap frater dan rekan-rekan kerjanya dalam berkarya. Dibutuhkan frater-frater yang sungguh mendalami, memahami, menghayati, dan mengamalkan spiritualitas hati sebagaimana dicita-citakan Sang Pendiri. Sejak awal Mgr. Schaepman merindukan kehadiran frater-frater yang suci, yang peduli dan sederhana, dan siap bekerja keras demi kaum muda. Di samping itu, dibutuhkan “frater-frater awam”sebagai rekan kerja para frater dalam mengimplementasikan karya kerasulannya dalam dunia pendidikan.
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus tidak boleh hanyut oleh karya sehingga melupakan pengembangan diri. Ibarat orangtua, tidak boleh melulu bekerja keras hingga melupakan kesehatan dirinya! Arah dasar kongregasi yang dijabarkan dalam konstitusi dan berbagai tata kehidupan membiara, yang dijiwai spiritualitas hati tidak semata-mata ditujukan demi orang-orang muda yang dilayani, tetapi juga demi kematangan hidup kongregasi beserta seluruh anggotanya. Penurunan kuantitas dan kualitas kehidupan biara pada awal abad XXI yang terjadi pada sejumlah belahan dunia harus melecut semangat juang baru untuk menciptakan perubahan dan pembaharuan, demi lestarinya kongregasi dan karyanya. Perlu kacamata baru untuk memahami hidup, karya, sistem, tantangan, dan masa depan kongregasi. Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus dan karyanya di bidang pendidikan harus mampu mempertahankan spiritualitas pendiri di tengah perubahan dunia yang dahsyat!
Dunia Berkembang Pesat
Memasuki dekade ke-2 di abad XXI ini dunia dihadapkan pada perubahan sangat dahsyat! Perubahan dahsyat itu langsung maupun tidak, membawa pengaruh pada kehidupan kongregasi dan karyanya. Sejak kedudukan Dewan Pimpinan Umum (DPU) dipindahkan ke Malang (Indonesia) pada tahun 2004, kongregasi seolah mendapat amanat dari para pendahulu untuk memikirkan dengan serius masa depan kongregasi yang lebih “Indonesia,” namun tetap menjangkau dunia! Indonesia sebagai bagian dari dunia yang berubah dahsyat harus digarap dengan serius demi kemajuan kongregasi dan karyanya.
Dari sisi karya, sekolah-sekolah dan asrama milik kongregasi menghadapi tantangan berat berkaitan dengan berbagai regulasi dan kebijakan yang berdampak pada kemunduran kualitas dan kuantitas. Eksistensi lembaga-lembaga pendidikan milik kongregasi dapat dipertahankan serta ditingkatkan jika dikelola secara profesional oleh para frater dan awam. Di sisi lain, jika melongok daerah-daerah tertinggal, sesungguhnya kongregasi – sesuai dengan misi awal – dipanggil untuk melayani mereka juga! Dampak globalisasi menyebabkan dunia seolah semakin kecil, dapat dijangkau dengan mudah dan cepat. Bukan hanya Indonesia Timur yang membutuhkan perhatian, negara lain seperti Timor Leste, dan Philipina dapat menjadi referensi pengembangan karya kongregasi Frater Bunda hati Kudus di masa depan.
Di sisi lain, perubahan dunia yang dahsyat langsung maupun tidak, juga membawa pengaruh pada kehidupan kongregasi. Panggilan frater-frater baru dalam dua dekade terakhir dirasa semakin seret. Semakin sulit mencari dan menempatkan tenaga frater pada posisi-posisi strategis kongregasi dan lahan karyanya. Lahan karya masih terbuka lebar, namun SDM terbatas dan kurang kualitas. Kehidupan sehari-hari dalam biara sudah barang tentu ikut terimbas perubahan jaman. Hidup berkomunitas dan hidup doa yang menjadi ciri khas kehidupan membiara bisa jadi mulai terganggu dengan membanjirnya gawai supercanggih! Hubungan personal antar anggota tergerus oleh individualisme gaya hidup modern. Tata cara hidup membiara dan konstitusi barangkali perlu diterjemahkan dengan kacamata baru, menyikapi perkembangan jaman.
Memandang Jauh ke Depan
“Saya tak pernah memikirkan masa depan – itu akan datang sesaat lagi,” menurut Albert Einstein. Memandang jauh ke depan bukan berarti hanya memikirkan hal-hal yang kelak akan terjadi. Memandang jauh ke depan berarti menjadikannya kini dan menyikapinya sekarang! Dibutuhkan kemampuan untuk melihat yang akan terjadi jauh di masa depan, dibutuhkan kemampuan imajinasi dan proyeksi! “Imaginasi adalah segalanya. Imaginasi adalah penarik masa depan. Imaginasi lebih penting daripada pengetahuan” (Albert Einstein). Kita juga tidak bisa mengubah besok menjadi lebih baik, kecuali jika kita melakukan yang terbaik pada saat ini. Albert Einstein telah memikirkannya jauh di masa lalu, saat hubungan personal dikacaukan oleh merebaknya gawai supercanggih sekarang ini.
Beranikah kita bermimpi masa depan, dan memulai mimpi itu sekarang? Anak-anak Papua, Timor Leste, Philipina membutuhkan pendidikan berkualitas, hasil karya tangan dingin para Frater Bunda Hati Kudus. Sejumlah besar frater Bunda hati Kudus akan muncul dari orang-orang muda Papua, Timor Leste dan Philipina. Merekalah yang akan mengelola lahan karya bidang pendidikan di wilayah-wilayah tersebut. Ini imajinasi! Ini mimpi! Imajinasi dan mimpi harus dimulai saat ini, dan diwujudkan saat ini. Pertanyaannya, beranikah kita memulainya?
Kemunduran kehidupan beragama (termasuk hidup membiara) di sejumlah negara Eropa pada masa sekarang dapat terjadi juga di negeri ini. Malapetaka bisa dicegah ketika kita mampu memprediksinya sejak dini. Bermimpi dan berimajinasi adalah sebuah kekuatan untuk membelokkan sesuatu yang akan terjadi. Bermimpi dan berimajinasi tentang Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di Indonesia pada tahun 2045, yang memiliki punggawa frater-frater berlimpah, dengan lahan karya sekolah-sekolah dan asrama yang tersebar di sejumlah daerah dan negara adalah sebuah keniscayaan. Tinggal kita berani atau tidak memulainya! Semoga kita tidak lagi membanggakan masa lalu yang gemilang, sampai lupa masa kini dan masa depan yang tak terpikirkan!
Mengangkasa Sekaligus Membumi
Mari kita bersyukur! Saatnya kita keluarga besar Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus (para frater dan keluarga, para guru dan keluarga, para murid dan keluarga, serta para alumnus dan semua orang yang bersimpati), mewujudkan syukur itu dalam bentuk aksi nyata! Dimulai dengan menetapkan komitmen, berjuang keras mengembangkan Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus beserta karya-karyanya menerobos, bersahabat, dan berdampingan dengan dunia yang berubah dahsyat! Berani berubah dan membuat perubahan, dimulai dari diri sendiri dan lingkungan kecil di sekitar kita. Dimulai dengan berani terbuka terhadap dunia, yang sudah sejak lama berubah. Dimulai dengan memahami manusia dan alam semesta dengan cara pandang baru, cara pandang yang sesungguhnya sudah dibaca oleh pendiri kongregasi.
Dunia yang tengah berubah dahsyat adalah bumi tempat kita berpijak. Di sanalah kini kita hidup, menghirup kehidupan, dan berkarya menata penghidupan. Menyapa dan berinteraksi secara personal dengan penuh per”hati”an kepada setiap orang, lebih-lebih mereka yang membutuhkan, adalah bentuk sederhana namun mendasar dari perutusan yang membumi! Menjawabi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat (khususnya dunia pendidikan) dengan kacamata hidup kekinian adalah tugas kita semua. Mendukung upaya-upaya kongregasi dalam menyuburkan panggilan pada masa sekarang dengan berbagai upaya yang wajar adalah kewajiban bersama. Semua hendaknya dilakukan dengan kesadaran mendalam, bahwa kita adalah “tangan-tangan” baru yang dikirim oleh pendiri kongregasi serta para pendahulu. Semuanya harus dilakukan dengan dijiwai oleh semangat dan suasana hati yang sama, dengan semangat dan suasana hati pendiri Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus, Mgr. Andreas Ignatius Schaepman! Mari kita berjuang dengan keras seolah mengangkasa dengan spiritualitas hati, seperti cita-cita pendiri, tetapi juga harus tetap membumi, dengan melihat dan menyikapi berbagai perubahan dan perkembangan dunia masa sekarang. Semoga di usia ke-90 karyanya di Indonesia, Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus semakin diberkati Tuhan dengan kelimpahan, baik kelimpahan panggilan para frater, kelimpahan awam BHK, maupun kelimpahan karya dan pendukungnya! Semoga Hati Kudus Yesus menjadikan Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus semakin mampu menjawab kebutuhan jaman dalam naungan Sang Pelindung Maria Bunda Hati Kudus!
Malang, 1 Januari 2018
Markus Basuki, Kepala SMAK Frateran Malang