Sebagian penduduk sedang sibuk mempersiapkan festival di pantai untuk merayakan hari ulang tahun Kota Palu. Lapak-lapak pedagang sudah berjajar di sepanjang pantai, siap menjual beragam panganan. Matahari mulai tenggelam, teriknya perlahan pudar, siap berganti dengan sejuknya malam. Sekitar 16 kilometer arah selatan Kota Palu, para remaja dari SMA asal Kecamatan Sigi Biromaru sedang berada di Gereja Jono Oge untuk mengikuti kajian Alkitab. Malam itu mereka akan bersantap bersama, mengadakan permaianan, dan menonton film sebelum pergi tidur.
Pada pukul 18.02 WITA, bencana itu terjadi. Tanah tiba-tiba berguncang kuat, jalan-jalan terbelah seperti ombak, dan bangunan-bangunan ambruk. Gempa berkekuatan 7,4 SR melanda Palu dan sekitarnya. Gempa ini bukanlah yang pertama, tetapi inilah yang terkuat. Di Kelurahan Petobo, tanah seketika berubah seperti lumpur hisap. Di kawasan lain, sejumlah penyintas mengatakan bahwa mereka dikejar gelombang lumpur yang melahap bangunan dan menyeret manusia ke dalamnya. Bangunan gereja, tempat lebih dari 80 pelajar sedang mengikuti kajian Alkitab itu, bergerak sejauh 2 kilometer dari tempatnya semula.
Sejak peristiwa gempa, tsunami, dan liquifaksi pada 28 September lalu, lebih dari 2.000 jenazah kini telah ditemukan. Namun, jumlah pasti korban meninggal dunia amat mungkin tidak akan diketahui mengingat sejumlah daerah permukiman tersapu tsunami dan likuifaksi dan menguburkan banyak jiwa. Demikian laman https://www.bbc.com memuat berita itu pada 12 Oktober 2018.
Anthonius Agung Gunawan akan dikenang oleh para penumpang pesawat Batik Air ID 6231 sebagai seorang pahlawan. Bagaimana tidak, saat pesawat itu hendak take off, sebuah gempa besar mengguncang Palu. Bandara Mutiara Sis Al-Jufri Palu juga merasakan getarannya.
Sore itu, Pemuda Agung sedang bertugas sebagai operator pengendali Air Traffic Controller (ATC). Ia memandu pesawat yang hendak meninggalkan landasan di run way bandara. Bersamaan dengan pesawat yang mulai bergerak naik, tembok menara ATC mulai retak. Agung sempat berkata, “Safe flight and take care, Batik!” sebelum semuanya berakhir. Pesawat take off dengan sempurna menuju Makassar. Di bawah sana Pemuda Agung memutuskan melompat dari cabin tower lantai 4. Staf AirNav Indonesia Cabang Palu itu mengalami patah kaki. Berbagai upaya medis dilakukan, tetapi nyawanya tak bisa tertolong. Ia lalu “roboh” seiring runtuhnya menara, tempatnya mengabdi di penghujung usianya. Agung telah memilih setia pada tugasnya sampai akhir. Ia menghadap Sang Pemberi Kehidupan dengan cara yang sangat agung sebagaimana namanya.
Sang Guru Kebenaran berkata, “Sesungguhnya barang siapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut-Ku, ia tidak akan kehilangan upahnya.” Pemuda Agung tidak hanya memberi secangkir air, tetapi ia memberi dirinya. Ia memberi nyawa untuk seluruh penumpang pesawat apapun agama dan siapapun Tuhan mereka.
Dalam setiap bencana selalu ada duka yang meninggalkan pilu. Namun, di balik perih kedukaan itu, selalu ada kisah tentang kesetiaan, cinta, dan pengorbanan. Kisah-kisah heroik yang selalu menyadarkan naluri kemanusiaan bahwa kita perlu tunduk dan takjub di hadapan skenario penyelenggaraan Ilahi. Anthonius Agung Gunawan memilih hidup sebagai pelaku dari rancangan Penguasa Kehidupan itu. Sebagaimana namanya, Pemuda Agung meninggalkan teladan hidup yang mahaagung dan ia pun berpulang dengan cara yang agung. Janji kehidupan abadi menunggu Pemuda Agung di pintu surga.
Fr. M. Walterus Raja Oja, BHK