Home / Identitas Kongregasi / Refleksi Perubahan Struktur

Refleksi Perubahan Struktur

Kapitel Umum 2018 Kongregasi Frater-Frater Bunda Hati Kudus telah berakhir dengan melahirkan sebuah perubahan dalam struktur kepemimpinan. Adanya perubahan adalah peralihan keadaan dari sebelumnya dengan status provinsi-provinsi dileburkan menjadi hanya satu Dewan Pimpinan Umum. Dewan ini membawahi Rumah Religius Nederland, Wilayah Geografis Indonesia, dan Kenya. Perubahan ini membawa dampak terhadap cara pikir, keadaan, dan cara bertindak.

Abdulsyani dalam Sosiologi Skematis dan Terapan (2007) melihat perubahan sebagai suatu fenomena sosial yang wajar demi tercapai sesuatu yang diharapkan bersama. Setiap perkembangan zaman tentunya membawa perubahan yang terjadi, perubahan ini selalu memiliki efek positif dan negatif. Efek positif artinya perubahan yang terjadi mengarah kepada suatu kemajuan, sebaliknya perubahan negatif adalah perubahan ke arah yang merusak atau menghancurkan suatu tatanan hidup tertentu. Aspek perubahan menurut Nanang Martono (2012) menyentuh dimensi perilaku dan pola pikir individu yang memengaruhi perkembangan suatu lembaga atau masyarakat di waktu yang akan datang. Ada faktor internal dan eksternal yang berpengaruh dalam suatu perubahan.

Catatan sejarah menorehkan bahwa keberadaan struktur kongregasi dalam provinsi-provinsi lahir dalam Kapitel Umum Karya Luar Biasa (KUKLB) tahun 1992 di Belanda, yaitu provinsi Belanda, Indonesia, dan Kenya. Pembentukan ini didasarkan pada kebutuhan akan efektifitas karya pelayanan dan ketersediaan sumber daya frater di setiap provinsi. Dalam perjalanan waktu, provinsi Kenya mengalami kekurangan anggota karena banyak misionaris yang mengundurkan diri dari Kenya karena faktor usia. Pada akhirnya provinsi Kenya dibubarkan oleh Kapitel Umum tahun 2000. Sejak saat itu hanya ada dua provinsi yang ada, yaitu provinsi Belanda dan Indonesia. Keanggotaan Belanda semakin hari semakin berkurang karena banyak konfrater menjadi tua dan meninggal dunia, sementara di provinsi Indonesia masih ada benih panggilan baru yang bermunculan. Kapitel Umum Karya Luar Biasa tahun 2015 membahas secara khusus dalam agenda sidangnya mengenai struktur kongregasi karena hampir dapat dipastikan bahwa provinsi Belanda yang kekurangan anggota tidak dapat dipertahankan sebagai sebuah provinsi mandiri. Maka dari itu, ditawarkan dua model struktur kongregasi, yakni:

(a) Model 1, di mana provinsi Indonesia dibubarkan. Indonesia dibagi menjadi dua regio berdasarkan geografis. Pembagian ini dimaksudkan untuk menyederhanakan koordinasi atau untuk mempermudahkan koordinasi antar komunitas-komunitas, mempermudah komunikasi dan perhatian yang lebih intensif pada hidup religius para anggota, formasi, pengembangan profesi, dan karya kerasulan. Sedangkan Kenya dipertahankan sebagai komunitas. Provinsi Belanda dibubarkan menjadi Rumah Religius yang mencakup semua frater Belanda yang ada. Konsekuensi dari model ini adalah perlu revisi konstitusi dan direktorium umum. Selain itu ada hal-hal yang perlu dirumuskan dalam pembentukan sebuah regio, antara lain: syarat pembentukan regio, tugas, kuasa, hak, dan wewenang pemimpin regio.

(b) Model 2, di mana struktur kongregasi tersusun dari komunitas/rumah religius. Provinsi dibubarkan dan berubah menjadi komunitas atau rumah religius. Struktur bersifat monolit sehingga tidak ada provinsi dan regio. Dewan Pimpinan Umum langsung menangani, mengelola, dan menjalankan pemerintahan secara menyeluruh. Dalam struktur ini, DPU sekaligus menjadi dewan bagi keseluruhan komunitas khususnya di Indonesia. Komunitas-komunitas memiliki dewan rumah sendiri. Provinsi Belanda dibubarkan dan Kenya tetap dipertahankan sebagai komunitas. Perubahan ini membutuhkan penyesuaian atau revisi konstitusi dan direktorium.

Pembahasan struktur kongregasi menyita banyak perhatian dan energi para frater kapitularis dalam KUKLB 2015 untuk menentukan sikap terhadap model struktur yang ditawarkan. Banyak masukan dan pemikiran kritis disampaikan dalam sidang kapitel untuk melihat sejauh mana model-model struktur ini bisa membantu pelayanan kepemimpinan para frater BHK menjadi lebih efektif dan efisien. Akhirnya, model struktur yang ke-2 di mana kongregasi hanya memiliki satu dewan pimpinan dipilih oleh para kapitularis menjadi model kepemimpinan masa depan kongregasi. Hal ini dituangkan dalam hasil kapitel KUKLB 2015, antara lain:

  • 01a. KUKLB 2015 memutuskan bahwa waktu hingga KU tahun 2018 digunakan untuk mempersiapkan perubahan Provinsi Indonesia yang akan mengubah paket tugas DPU karena tanggung jawab akhir untuk hidup dan karya para frater Indonesia akan menjadi tugas DPU.
  • 03. KUKLB 2015 memutuskan bahwa situasi kepemimpinan kongregasi di Kenya saat ini tidak berubah, selama tidak terjadi hal-hal yang penting yang membutuhkan penyesuaian.
  • 04. KUKLB 2015 memutuskan untuk tahun 2016-sedapat mungkin per 1 Mei 2016- membubarkan Provinsi Nederland dan sejak saat ini diberi status ‘Rumah Religius’.

Perubahan struktur organisasi kongregasi ini secara defenitif dibahas dalam Kapitel Umum 2018 dengan memberikan fokus perhatian pada sistem tugas, hubungan pelaporan, alur kerja, serta saluran komunikasi, yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Struktur ini akan diilustrasikan melalui bagan yang memiliki garis kewenangan dan koordinasi. Struktur Organisasi Kongregasi  Frater-Frater Bunda Hati Kudus saat ini tersusun dari komunitas-komunitas yang ada di bawah yurisdiksi langsung Pemimpin Umum (Superior General). Pemimpin umum dan dewannya bertanggung jawab secara penuh terhadap hidup dan karya para frater di Nederland, Indonesia, dan Kenya. Rasional perubahan struktur ini lebih disebabkan pada situasi yang berkembang di Belanda yang semakin sulit dan minimnya tenaga kepemimpinan karena pengurangan jumlah anggota dan usia yang makin menua. Suatu kenyataan yang patut disikapi secara bijaksana demi kepentingan kongregasi secara menyeluruh. Penyatuan provinsi Indonesia dan perubahan provinsi Belanda menjadi ‘Rumah Religius Nederland’ berimplikasi pada perubahan pola struktur kepemimpinan baru yang dapat digambarkan, sebagai berikut:

Perubahan model kepemimpinan yang monolit memberikan implikasi bahwa Dewan Pimpinan Umum memiliki wewenang dan tanggung jawab yang maha luas pada ranah pembuat kebijakan sekaligus eksekutor lapangan. Tugas-tugas teknis yang selama ini ditangani oleh provinsi-provinsi dilaksanakan langsung oleh Dewan Pimpinan Umum. Ini membutuhkan komitmen yang utuh dari para anggota dewan untuk menyelaraskan kebijakan dengan situasi di lapangan. Ini merupakan peluang sekaligus tantangan untuk mengoptimalkan fungsi dan tugas setiap anggota dewan ke depan. Efisiensi suatu struktur tergantung pada para anggota tarekat, yang dengan penuh kesediaan mendukung pimpinan melalui tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan. Rasa hormat itu ditujukkan melalui tugas-tugas dan tanggung jawab masing-masing orang pada semua jenjang.

Model kepemimpinan monolit membuka peluang kepada relasi dan kerjasama yang semakin dekat antara dewan pimpinan dan para anggotanya. Kehadiran dewan rumah menjadi jembatan penerapan kebijakan antara pimpinan dan anggotanya, maka efisiensi kebijakan apapun sangat ditentukan oleh kreativitas dan ketajaman dewan komunitas menerjemahkan kebijakan tertentu demi kebaikan bersama. Model monolit dirasa membawa angin segar bahwa dewan pimpinan bisa secara leluasa berinteraksi dengan komunitas-komunitas dalam segala aspek kehidupan para frater, tentu dalam batas dan kewenangannya sebagai penanggung jawab terakhir dalam kongregasi. Model ini pula menjadi jawaban terhadap efisiensi anggaran di mana pengeluaran rutin untuk komunitas struktural yang selama ini dianggarkan untuk provinsi bisa diminimalisir dalam satu dewan saja.

Jika komunitas dan dewan komunitas kurang memainkan perannya secara optimal, maka sentralisasi kepemimpinan bisa berakibat pada terciptanya rasa ketergantungan yang tinggi terhadap arahan dan petunjuk dari pimpinan tertinggi. Hal ini bisa menutup ruang terhadap kreatifitas dari komunitas-komunitas untuk mengembangkan karya dan pelayanannya secara leluasa. Tendensi ini perlu diatur sedemikian sehingga tidak muncul dalam model kepemimpinan monolit. Aspek lain yang patut diperhatikan adalah intervensi langsung dari pimpinan umum terhadap situasi real di komunitas karena peran ganda yang melekat pada pimpinan sebagai pengambil kebijakan sekaligus eksekutor di lapangan.

Semoga perubahan struktur kongregasi menjadikan kita semakin kuat dan tetap eksis dalam tugas dan pelayanan demi Kerajaan Allah melalui pelayanan pendidikan kepada kaula muda. Perubahan struktur hanyalah sarana untuk mendukung kita dalam berkarya, tetapi komitmen dan kesetiaan pada panggilan luhur setiap anggota Kongregasi Frater-Frater Bunda Hati Kudus tidak bergantung pada perubahan struktur manapun. Hendaknya kita tetap semangat dalam pelayanan kepada sesama demi kemuliaan Tuhan.

Fr. M. Vinsensius Laga Payong, BHK

About fraterbhk

Check Also

Mgr. Schaepman dalam Semangat St. Vinsensius A Paulo

Kegelisahan Mgr. Schaepman Kegelisahan Mgr. Schaepman terhadap situasi manusia saat itu sebenarnya sudah mulai terasa …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.